Margonda, lebih dikenal luas sebagai nama jalan utama di Depok, Jawa Barat. Tak banyak yang tahu, sepak terjangnya saat melawan penjajah. Bagaimana kisahnya?
Margonda lahir tahun 1918 di Baros, Cimahi, Bandung dengan nama asli Margana. Ayahnya seorang pedagang tikar rumpin. Margonda semasa hidupnya tinggal di Jalan Ardio, Bogor.
"Margonda adalah sisi lain dari para pejuang. Dia bukan lahir dari militer dan mempunyai pangkat. Peran awalnya lebih ke arah administratif, beliau menjadi salah satu orang yang berpengaruh di KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dan tidak pernah belajar strategi perang atau angkat senjata," ucap sejarawan dari Museum Perjoangan Bogor, Mahrup.
Memasuki tahun 1940-an, Margonda mengikuti pelatihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling, atau Departemen Penerbangan Belanda. Baru dua tahun menimba ilmu di sana, Belanda kalah pada Jepang dan kekuasaan beralih ke Jepang. Margonda bekerja di bawah kuasa Jepang di departemen penerbangan itu.
Ketika Kota Nagasaki dan Hiroshima dibom atom oleh tentara sekutu tanggal 6 Agustus 1945, Jepang melemah dan banyak pasukan yang ditarik pulang. Peristiwa itu menjadi ujung tombak kemerdekaan RI yang diproklamirkan oleh Sukarno pada 17 Agustus 1945.
Meski sudah merdeka, namun para penjajah belum semuannya angkat kaki dari Indonesia. Perjuangan mengusir penjajah masih terjadi di berbagai daerah. Salah satunya di Bogor. Margonda yang kala itu bekerja di bawah kekuasan Jepang, mengorganisir para pemuda untuk mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang merupakan cikal bakal TNI.
"Margonda ikut terjun melawan penjajah karena rasa kebencian yang luar biasa dengan kolonialisme juga termasuk NICA. Semangat ingin merdeka seutuhnya, juga kedekatannya dengan masyarakat membuat ia bergabung dengan laskar rakyat," ucap Ma'ruf.
Pada tanggal 16 November 1945 pertempuran antara para penjajah dengan para pejuang pecah di Depok dan berlangsung hingga sehari-semalam. Banyak pejuang yang gugur, salah satunya Margonda.
Margonda tertembak timah panas tentara Inggirs di pinggir Kali Bata, Pancoran Mas Depok. Kala itu Margonda tengah memegang granat yang siap dilemparkan ke arah musuh. Margonda tumbang bersimbah darah dan gugur di medan pertempuran di usia yang masih muda yakni 27 tahun.
Perjuangan Margonda ini diabadikan menjadi sebuah nama jalan utama di Depok, yakni Jalan Margonda. Jalan yang paling terkenal di Depok dan berada di pusat kota.
"Margonda menjadi besar karena salah satunya ia gugur di Kalibata, Depok, Pancoran Mas. Namanya pun diabadikan menjadi nama jalan besar di Depok. Selain itu kedekatannya dengan masyarakat sekitar pada saat itu, membuat namanya semakin harum," tutup Mahrup.
(Tulisan ini diberdayakan oleh Facebook Kumpulan Sejarah Indonesia dan Sumber lainya)
Post a Comment